Sabtu, 07 Juli 2012

Metode pemuliaan Karet


TUGAS TERSTRUKTUR
PEMULIAAN TANAMAN
 METODE PEMULIAAN TANAMAN KARET
OLEH :
RAUL DIRANTO ABET NEGO
C51109218




FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
 2012
PENDAHULUAN

 A.    Latar Belakang

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea braziliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Padahal jauh sebelum tanaman karet ini dibudidayakan, penduduk asli di berbagai tempat seperti: Amerika Serikat, Asia dan Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga menghasilkan getah. Getah yang mirip lateks juga dapat diperoleh dari tanaman Castillaelastica (family moraceae). Sekarang tanaman tersebut kurang dimanfaatkan lagi getahnya karena tanaman karet telah dikenal secara luas dan banyak dibudidayakan. Sebagai penghasil lateks tanaman karet dapat dikatakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran (Nazarudin, dkk: 1992). Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar.

Sruktur botani tanaman karet ialah tersusun sebagai berikut (APP,2008):

§  Divisi : Spermatophyta
§  Subdivisi : Angiospermae
§  Kelas : Dicotyledonae
§  Ordo : Euphorbiales
§  Famili : Euphorbiaceae
§  Genus : Hevea
§  Spesies  : Hevea braziliensis
                B.    Syarat-syarat Tumbuh
       1.    Tanah
-            Tanah harus gembur
-            Kedalaman antara 1-2 meter
-            Tidak bercadas
-            PH tanah 3,5 – 7,0
-            Ketinggian tempat anatara 0 – 400 meter, paling baik pada ketinggian 0 – 200 meter, setiap kenaikan 200 meter matang sedap terlambat 6 bulan.
       2.     Iklim
-            Curah hujan minimum 1.500 mm pertahun, jumlah hari hujan 100 – 150 hari, curah hujan optimum 2.500 – 4.000 mm.
-            Hujan selain bermanfaat bagi pertumbuhan karet, ada hubungannya dengan pemungutan hasil, terutama jumlah hari hujan sering turun pada pagi hari
-            Unsur angin berpengaruh terhadap ;
-            Kerusakan tanaman akibat angin kencang,
-            Kelembaban sekitar tanaman,
-            Produksi akan berkurang.

II.       PERSIAPAN LAHAN

A.            Pengolahan Lahan.

1.       Penebangan dan pembakaran pohon yang ada pada lahan.
2.       Penyacaran lahan dari rumput yang ada.
3.           Pembajakan dengan traktor atau penggarpuan/pencangkulan dilakukan 3 kali, dengan tenggang waktu 1 bula, setelah pembajakan ke 3 lahan dibiarkan 2 minggu baru digaru.

                       B.       Pencegahan Erosi

1.             Pembuatan teras, baik teras individu maupun teras bersambung di sesuaikan dengan kemiringan lahan.
2.             Pembuatan parit dan rorak, parit dibuat sejajar dengan lereng,saluran drainase memotong lereng dan rorak dibuat diantara barisan.
3.             Pengajiran, untuk menentukan letak tanaman dan meluruskan dalam barisan dengan cara sebagai berikut :
-     Tentukan arah Timur-Barat (TB) atau  Utara-Selatan (US).
-     Ukur pada TB jarak 6 meter atau 7 meter  dan 3 meter dari arah US.
4.    Penanaman penutup tanah, kegunaaanya : melindungi tanah dari sinar matahari langsung, erosi,  menekan pertumbuhan gulma, dan sebagai media hidup cacing.

III.    PENANAMAN

1.             Pembuatan lubang tanam dan pengajiran kedua.
2.             Jarak tanam untuk tanah ringan 45X45X30 Cm, untuk tanah berat 60 X 60 X 40 Cm.
3.             Lubang dibiarkan satu bulan atau lebih.
4.             Jenis penutup tanah; Puecaria Javanica, Colopogonium moconoides dan centrosema fubercens,penanaman dapat diatur atau ditugal setelah tanah diolah dan di bersihkan, jumlah bibit yang ditanam 15 – 20 Kg/Ha dengan perbandingan 1 : 5 : 4 antara Pueraria Javanoica : Colopoganium moconoides dan cetrosema fubercens
5.         Penanaman ; bibit ditanam pada lubang tanah yang telah dsiberi tanda dan ditekan sehingga leher akan tetap sejajar dengan permukaan tanah, tanah sekeliling bibit diinjak-injak sampai padat sehingga bibit tidak goyang, untuk stump mata tidur mata menghadap ke sekatan atau di sesuaikan dengan arah angin.

III.             PEMELIHARAAN

          1.      Penyulaman
-            Bibit yang baru ditanam selama tiga bulan pertama setelah tanam diamati terus menerus.
-            Tanaman yang mati segera diganti.
-            Klon tanaman  untuk penyulaman harus sama.
-            Penyulaman dilakukan sampai unsur 2 tahun.
-            Penyulaman setelah itu dapat berkurang atau terlambat pertumbuhannya.
         2.       Pemotongan Tunas Palsu
Tunas palsu dibuang selama 2 bulan pertama dengan rotasi 1 kali 2 minggu, sedangkan tunas liar dibuang sampai tanaman mencapai ketinggian 1,80 meter.
          3.      Merangsang Percabangan
Bila    tanaman   2 – 3 tahun    dengan tinggi 3,5 meter  belum  mempunyai    cabang    perlu  diadakan perangsangan  dengan cara :
-                 Pengeringan batang (ring out)
-                 Pembungkusan pucuk daun (leaf felding)
-                 Penanggalan (tapping)
          4.      Pemupukan
Pemupukan dilakukan 2 kali setahun yaitu menjelang musim hujan dan akhir musim kemarau, sebelumnya tanaman dibersihkan dulu dari rerumputan dibuat larikan melingkar selama – 10 Cm. Pemupukan pertama kurang lebih 10 Cm dari pohon dan semakin besar disesuaikan dengan lingkaran tajuk.
                                                 Umur
(Bulan)
D o s i s      (gram/pohon)
Urea
Rock Pospat
(Rp)
MOP
Kleresit
Pupuk dasar
2 – 3
7 – 8
12
 18
24
36
48

-
75
75
100
100
250
275
300

200
150
150
175
175
400
400
400

-
50
50
62
62
150
200
200

-
50
50
50
50
100
100
100
                         Cat : Jenis Pupuk dapat diganti asalkan kandungan unsur haranya setara.
          5.      Pemeliharaan Penutupan Tanah
         Tabel Waktu Dosis dan Cara Pemupukan Tanaman Penutup Tanah
Waktu
Dosis
Cara Pemberian
Saat tanam



Umur 3 bulan

20 Kg Fospat
alam atau sesuai
dengan berat bibit

200 – 300 fosphat
alam setiap hektar
Dicampur dan ditabur
bersama-sama dengan
 biji..

diatur dan ditabur, di
atur Leguinosa

          6.      Tumpangsari/Tanaman sela/intercroping
Syarat-syarat pelaksanaan tumpangsari :
-                Topografi tanah maksimum 11 (8%)
-                Pengusahaan tanaman sela diantara umur tanaman karet 0 – 2 tahun.
-                Jarak tanam karet sistem larikan 7 X 3 meter atu 6 X 4 meter.
-                Tanaman sela harus di pupuk.
-                Setelah tanaman sela dipanen segera diusahakan tanaman penutup tanah.

VI. PANEN DAN PASCA PANEN
     Tanda-tanda kebun mulai disadap :
Umur rata-rata 6 tahun atau 55% dari areal 1 hektar sudah mencapai lingkjar batang 45 Cm sampai dengan 50 Cm. Disadap berselang 1 hari atau 2 hari setengah lingkar batang, denga sistem sadapan/rumus S2-D2 atau S2-D3
Pengolahan lateks sebagai berikut :
-          Standar karet kebun diturunkan dari rata-rata 32% menjadi 16% dengan jalan memberi air yang bening atau yang bersih.
-          Kemudian dicampur dengancuka/setiap 1 Kg karet kering 350 s/d 375 Cc larutan 1% cuka.
-          Dibiarkan sampai beku.
-          Kemudian digiling dalam gilingan polos dan kembang, kemudian direndam rata-rata 60 menit.
-          Disadap selama 1 minggu
-          Kemudian dihasilkan dalam bentuk RSS I, II, III dan IV of sheet.




Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia berawal dari populasi 33 tanaman semaian tahun 1883 asal Penang (Malaysia) yang merupakan introduksi Wickham tahun 1876. Pada tahun 1910 areal tanaman karet semaian berkembang dengan cepat dan segera dimulai seleksi dengan memilih pohon-pohon yang berproduksi tinggi.Pada tahun 1917 hasil seleksi dari semaian terpilih (selected mother-tree seedling)mulai dikembangkan di Sumatera Timur. Produksi dengan menggunakan semaian terpilih berhasil meningkatkan produksi sebesar 40% yaitu dari rata-rata 496 kg/ha/thn menjadi rata-rata 704 kg/ha/thn. (Dijkman, 1951).
Setelah teknik okulasi diperkenalkan pada tahun 1916, seleksi diarahkan untuk menghasilkan klon-klon yang berproduksi tinggi yang berasal dari pohon induk (ortet) terbaik. Klon Ct3, dan Ct9 merupakan klon pertama yang diseleksi dari populasi 33 tanaman semaian asal Wickham. Selanjutnya kegiatan seleksi mulaiberkembang melalui program persilangan buatan pada tahun 1935 setelah berdirinya AVROS dengan dihasilkan beberapa klon unggul seperti AVROS 1734, AVROS 1917 dan AVROS 2037. Seleksi terhadap ortet terbaik di pulau Jawa yang dikoordinir oleh CV P juga menghasilkan klon GT 1, PR 107 dan LCB 1320.
Setelah tahun 1950 pakar karet mulai menaruh perhatian, pada perlunya meningkatkan karagaman genetik dari bahan persilangan yang ada, untuk menghasilkan klon-klon yang lebih baik produksinya. Selama ini pohon induk yang ada hanya berasal dari biji yang diintroduksi oleh Wickham (1876) dengan keragaman yang sangat terbatas. Pada tahun 1981 dilakukan ekspedisi ke Brazil yang dikoordinir oleh IRRDB (International Rubber Research and Development Board) dan pada saat ini tersedia lebih kurang 7000 genotipe dan telah dimanfaatkan secara bertahap dalam program pemuliaan.
Program pemuliaan yang dijalankan di Pusat Penelitian Karet diarahkan untuk memperoleh klon dengan puncak produksi tertinggi > 4 ton/ha dengan pertumbuhan dan volume kayu log yang besar, serta memiliki keunggulan karakteristik sekunder yang mendukung, agar tren produksi selama siklus ekonomi (economic live period)lebih baik. Pemuliaan yang diarahkan untuk memperoleh ciri sekunder yang lebih baik dimulai tahun 1970 (Napitupulu, 1981). Klon-klon yang dihasilkan memiliki ciri percabangan tipe cemara, sehingga lebih tahan terhadap gangguan angin, pertumbuhan TBM lebih cepat dan memiliki permukaan daun lebih luas untuk proses fotosintesis. Sejak tahun 1985 dilakukan program persilangan klon tipe cemara dengan klon modern penghasil tinggi (quick starter). Mulai tahun 1991, sumber genetik dari plasma nutfah karet hasil ekspedisi IRRDB 1981 dimanfaatkan secara bertahap dalam program pemuliaan dengan memperbanyak kombinasi persilangan dengan klon penghasil tinggi untuk mendapatkan klon unggul penghasil lateks dan kayu. (Woelan, et al., 1998). Pada saat ini telah dihasilkan beberapa klon unggul harapan baru yang diregistrasi dengan nama klon seri IRR.

KEMAJUAN POTENSI PRODUKSI KLON
Sebelum kayu karet memiliki nilai ekonomis, lateks merupakan hasil utama yang dimanfaatkan dari tanaman karet Hevea. Oleh karena itu sasaran utama program pemuliaan menghasilkan klon dengan potensi produksi lateks yang tinggi. Seleksi klonal telah berkembang dengan pesat sejak diperkenalkan teknik okulasi, dan telah menghasilkan sejumlah klon karet unggul dengan potensi produksi lima kali lebih tinggi dari potensi produksi tanaman semaian. Klon-klon unggul Indonesiayang dihasilkan berdasarkan kegiatan pemuliaan dapat dikelompokkan dalam empat periode (generasi) sebagai berikut :
I. Periode 1910-1935 : Semaian terpilih
II. Periode 1935-1960 : Tjir 1, Tjir 16, AVROS 352, BD 5, GT 1, PR 107, LCB 1320,
III. Periode 1960-1985 : AVROS 2037, BPM 1. BPM 24, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303
IV. Periode 1985-2010 : BPM 107, PB 260, IRR 42, IRR 104, IRR 118

Kemajuan produksi yang menonjol diperoleh setelah ditemukan klon-klon unggul pada periode II dibandingkan dengan tanaman asal semaian (seedling) pada periode I. Dari Gambar 1, dapat dilihat kemajuan produktivitas karet, sejak penggunaan bahan tanaman semaian (seedling) sampai dengan klon-klon unggul selama empat siklus periode seleksi karet. Dengan penggunaan semaian terpilih(selected seedling) dapat meningkatkan hasil sebesar 40% dari rata-rata 496 kg/ha/th tanaman asal semaian sembarang menjadi rata-rata 704 kg/ha/th tanaman asal semaian terpilih.

Setelah berjalannya seleksi klonal peningkatan produksi tertinggi dicapai pada seleksi periode II sebesar 55%, dari 704 kg menjadi 1090 kg dan seleksi periode III terjadi peningkatan sebesar 50% dari 1090 kg menjadi 1630 kg. Kemajuan produksi yang mengagumkan pada saat ini, disebabkan masih tersedia sumber dan potensi genetik yang tinggi dari material Wickham (1876), serta ditemukan metode teknik okulasi (1918).
Pada seleksi periode IV dikembangkan program pemuliaan untuk memperbaiki karakteristik sekunder yaitu merakit klon dengan tipe tajuk yang lebih ideal (tipe cemara) serta pertumbuhan yang cepat pada masa TBM maupun TM.Sumber genetik tipe cemara berasal dari pohon induk PBIG dan telah menghasilkan klon BPM seri – 100. (Napitupulu, 1981; Ginting, 1988). Diantaranya klon BPM 107, BPM 109, IRR 104, IRR 118 telah dianjurkan untuk penanaman dalam skala komersial.
Program perbaikan ciri sekunder klon ini diteruskan dengan melakukan program persilangan antara klon tipe cemara penghasil lateks tinggi dengan genotipe terpilih plasma nutfah IRRDB 1981. Dalam seleksi periode IV, yang sedang berjalan saat ini program pemuliaan dilaksanakan dengan persilangan yang lebih luas untuk menghasilkan klon-klon unggul sebagai penghasil lateks maupun memiliki potensi yang tinggi sebagai penghasil kayu. Hasil pemuliaan dari seleksi periode IV telah memperlihatkan peluang dalam peningkatan hasil lateks, pertumbuhan yang cepat pada masa TBM serta peningkatan volume kayu karet.

PERAKITAN KLON UNGGUL BARU
Pemuliaan karet yang dijalankan pada saat ini disesuaikan dengan perkembangan industri karet nasional maupun kebutuhan pasar internasional. Tindakan pemuliaan secara prinsipil tetap berorientasi kepada perolehan produksi lateks yang optimal selama siklus ekonomi karet. Sesuai dengan perkembangan agribisnis karet, dimana kayu karet menjadi produk yang bernilai ekonomi, maka sasaran produksi optimal harus dibarengi dengan laju pertumbuhan yang tinggi. Berdasarkan kepada pola produksi sejak awal penyadapan (panel B0-1) sampai lanjutan dan kecepatan pertumbuhan batang, baik pada masa tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun pada masa tanaman menghasilkan (TM), maka perakitan klon unggul baru memiliki 3 tipe yaitu :
1. Klon penghasil lateks dengan ciri rata-rata produksi awal tinggi (> 1500 kg/ha/th), kemudian meningkat secara perlahan pada tahun berikutnya dan memiliki pertumbuhan batang yang kurang jagur (pertambahan lilit batang pada masa TBM <>
2. Klon penghasil lateks-kayu dengan ciri rata-rata produksi awal sedang (1.000 – 1.500 kg/ha/th), kemudian meningkat secara cepat pada tahun berikutnya dan memiliki pertumbuhan batang yang sedang (pertambahan lilit batang pada masa TBM 11 - 13 cm dan pada masa TM 4 - 5 cm).
3. Klon penghasil kayu. Yaitu klon dengan ciri rata-rata produksi awal rendah

Klon penghasil lateks-kayu
Materi pemuliaan untuk merakit klon lateks-kayu yaitu dengan memanfaatkan sumber genetik plasma nutfah hasil ekspedisi IRRDB 1981. Persilangan yang progresif antara klon penghasil lateks tinggi dengan genotipe terpilih plasma nutfah IRRDB 1981 yang memiliki pertumbuhan tegap, serta karakteristik lain yang menguntungkan telah dimulai tahun 1991 (Woelan, et al., 1998). Disamping itu seleksi terhadap genotipe hasil persilangan dengan material Wikcham menghasilkan beberapa klon IRR seri – 00 dan seri – 100 yang memiliki pertumbuhan tegap (Lasminingsih, et al., 1998; Suhendry, et al , 2000).
Klon harapan IRR seri – 00 yang memperlihatkan produksi terbaik rata-rata 5 tahun sadap dengan volume kayu yang tinggi adalah IRR 5, IRR 21, IRR 30, IRR 32, IRR 39, IRR 42 dan IRR 54 (Gambar 2). Potensi produksi berkisar antara 1258 – 1714 kg/ha dengan volume kayu bebas cabang antara 0,65 – 1,41 m3/pokok.
Klon unggul harapan baru IRR seri – 100 merupakan klon yang diseleksi dari populasi hasil persilangan material Wickham (1985 – 1989). Beberapa genotipe diseleksi secara bertahap mulai dari evaluasi semaian F1 sampai uji pendahuluan dan telah menghasilkan klon IRR 100 - 120 (Azwar, et al., 1998 ; Woelan, et al., 1995). Beberapa klon memperlihatkan pertumbuhan yang sangat jagur dan produksi lateks yang tinggi adalah IRR 103, IRR 104, IRR 105, IRR 107, IRR 109, IRR 110, IRR 111, IRR 112, IRR 118 dan IRR 119 (Woelan, et al., 2000). Pada Gambar 3 dapat dilihat klon IRR seri – 100 yang diseleksi dengan produksi karet kering (rata-rata tiga tahun sadap pertama), dan memiliki pertumbuhan yang jagur pada masa TBM. Klon IRR seri – 100 yang terpilih tersebut, secara umum dapat disadap pada umur kurang dari 4 tahun. Dari HP 90, telah diseleksi lima klon IRR seri – 200 yaitu IRR 205, IRR 206, IRR 208, IRR 211 dan IRR 220 yang memperlihatkan potensi produksi lateks tinggi pada tahap awal dan pertumbuhan yang jagur pada masa TBM
Klon penghasil kayu
Sebanyak 10 klon penghasil kayu yang terdiri dari IRR 70, IRR 71, IRR 72 IRR 73, IRR 74, IRR 75, IRR 76, IRR 77, IRR 78, IRR 79 telah diseleksi dari populasi plasma nutfah IRRDB 1981. Genotipe yang terpilih memiliki pertumbuhan yang sangat jagur dengan batang utama yang lurus dan tinggi sehingga menghasilkan volume kayu bebas cabang yang besar, tetapi produksi lateksnya sangat rendah. Genotipe penghasil kayu ini, akan dikembangkan sebagai tanaman pola integrasi karet – karet yaitu suatu model penanaman bersama antara klon penghasil kayu dan klon penghasil lateks. Produksi kayunya dapat dipanen secara bertahap mulai umur 5 tahun, 15 tahun dan 20 tahun sehingga dapat memenuhi kebutuhan mulai dari industri MDF (Medium Density Fibre) sampai pabrik kayu prabot. Kajian kearah ini sedang berjalan melalui penelitian pengembangan perbaikan sistem penanaman (Siagian, et al., 1999). Rata-rata produksi kayu genotipe terpilih mencapai > 1 m³/pohon pada umur 16 tahun. Beberapa genotipe bahkan memperlihatkan produksi kayu yang sangat tinggi, > 2 m³/pohon seperti terlihat pada Gambar 5.

Klon toleran penyakit gugur daun
Pemuliaan untuk menghasilkan klon-klon karet yang toleran terhadap penyakit gugur daun, khususnya penyakit gugur daun Colletotrichumgloeosporioides dan Corynespora cassiicola terus dikembangkan. Program persilangan dengan memanfaatkan sumber plasma nutfah toleran penyakit daun digunakan sebagai induk. Sejak tahun 1985, klon introduksi FX 24, FX 25, FX 2784, FX 4037 dipilih sebagai tetua dalam program persilangan resiprokal (Woelan, et al., 1998). Sumber plasma nutfah baru hasil ekspedisi IRRDB 1981 asal Brazil, mulai dimasukkan dalam program persilangan pada tahun 1991, dengan menseleksi genotipe tahan penyakit gugur daun sebagai tetua persilangan. Hasil persilangan yang diuji pada tahap SET (Seedling Evaluation Trials) dan Uji Pendahuluan (UP), telah menghasilkan beberapa klon IRR seri – 100 dan IRR seri – 200 yang lebih resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun Colletotrichumdan Corynespora. Pengujian resistensi klon dilakukan pada tingkat laboratorium dengan metode cakram dan juga skrining penyakit di lapangan (Sujatno, et al., 1998). Hasil evaluasi pada Tabel 1, memperlihatkan tingkat ketahanan beberapa klon penghasil tinggi IRR seri – 00, IRR seri – 100 dan IRR seri – 200. Klon yang sangat baik ketahanannya terhadap serangan penyakit gugur daun Colletotrichumdan Corynespora adalah IRR 5, IRR 21, IRR 30, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 54, IRR 103, IRR 118, dan RR 212. Klon lainnya tergolong kedalam tingkat ketahanan yang moderat.





Tabel 1. Klasifikasi ketahanan klon harapan seri IRR terhadap penyakit gugur daunColletotrichum dan Corynespora
Ketahanan terhadapCorynespora
Resistance toCorynespora
Ketahanan terhadapColletotrichum
Resistance to Colletotrichum
Resisten
Resistant
Moderat
Moderate
Resisten
Resistant
IRR 5, IRR 21, IRR 30, IRR32, IRR 39, IRR 42, IRR 54, IRR 103, IRR 118, IRR 211
IRR 105, IRR 110,
IRR 205, IRR 208
Moderat
Moderate
IRR 111. IRR 206, IRR 220
IRR 104, IRR 107,IRR 109, IRR 112, IRR 119


Tabel 2. Beberapa klon harapan seri – IRR yang sesuai diolah untuk menghasilkan beberapa jenis produk karet ekspor
Klon
Clones
Jenis produk
Product types
SIR-3CV Medium
SIR-3L
Lateks pekat 
Centrifuge Latex
RSS
IRR seri
– 100
IRR 100 – series
IRR 105, IRR 107, IRR 112, IRR 118, IRR 119
IRR 104, IRR 105, IRR 107, IRR 112, IRR 118, IRR 119
IRR 104, IRR 110, IRR 119
IRR 104, IRR 105, IRR 107, IRR 110, IRR 112, IRR 118, IRR 119
IRR seri – 200
IRR 200 – series
IRR 205, IRR 206, IRR 208, IRR 220
IRR 205, IRR 211, IRR 220
IRR 205, IRR 206, IRR 208, IRR 211, IRR 220

Klon dengan spesifikasi mutu lateks dan sifat karet
Berkembangnya pemanfaatan bahan baku dan bahan olah karet alam Hevea untuk keperluan berbagai jenis produk industri karet, menuntut para pemulia karet untuk menghasilkan klon-klon unggul yang memiliki karakteristik mutu lateks maupun sifat karet yang sesuai dengan permintaan pasar. Menurut Anas, et al., (2000), bahwa sering terjadi masalah disebabkan lateks yang dihasilkan suatu jenis klon tidak dapat diproses menjadi jenis karet ekspor tertentu karena tidak dapat memenuhi persyaratan mutu. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka sangat diperlukan untuk menguji mutu lateks dan sifat karet dari klon-klon unggul harapan.
Dari sejumlah klon harapan seri IRR yang memiliki potensi hasil tinggi, terdapat beberapa klon yang mutu lateksnya sesuai untuk menghasilkan jenis produk tertentu yang diminta oleh konsumen. Khusus untuk memproduksi karet ekspor jenis SIR yang menggunakan bahan baku lateks kebun, terutama yang banyak diminati konsumen adalah SIR-3CV Medium dan SIR-3L. Pada Tabel 2 tertera klon harapan seri IRR yang produksi lateksnya sesuai diproses untuk produk SIR-3CV, SIR-3L, Lateks Pekat dan RSS.

Metode pemuliaan yang digunakan
·         Biji apomiksis, merupakan pembiakan vegetattif yang ditandai dengan terjadinya proses reproduksi seksual yang tidak normal. Tanaman yang dihasilkan dari priristiwa apomiksis disebut apomicts. Tanaman yang tumbuh hanya dari embrio apomicts disebut obligate apomict, sedangkan tanaman yang tumbuh dari biji dengan embrio apomicts dan embrio seksual normal sekaligus isebut facultative apomicts. Peristiwa apomiksis dapat terjadi karena adanya peristiwa partenogenesis dan apogami. Patenogenesis merupakan peristiwa dimana embrio tumbuh dari sel telur yang tidak buahi. Bila sel telur tersebut tidak mengalami pembelahan miosis, maka embrio yang tumbuh bersifat diploid. Tetapi bila embrio tumbuh dari sel telur yang telah mengalami miosis, maka embrio yang tumbuh bersifat haploid. Pristiwa ini banyak dijumpai pada tanaman bawang merah dan apel. Makrosporogenesis merupakan peristiwa pembelahan reduksi dari sel induk megaspora, yang disamping menghasilkan sel telur juga menghasilkan sel antipoda dan sel sinergid. Bila embrio tumbuh berasal dari sel sinergid atau antipoda maka disebut apogami.
·         Menempel (okulasi), mata tunas batang atas yang ditempelkan pada batang bawah tanpa kayu (kulit dengan mata saja). Okulasi banyak dilakukan pada tanaman buah-buahan

·         Menyambung (grafting), yaitu mata tunas dari batang atas yang
disambungkan pada batang bawah masih mengandung kulit dan kayu. Grating banyak diterapkan pada: kopi, kakao, sawo, melinjo, duku, kembang kertas, dan lain-lain.
KESIMPULAN
1. Kemajuan pemuliaan karet selama tiga periode seleksi (1910 – 1990) telah menghasilkan klon-klon primer dan sekunder, dan ternyata mampu meningkatkan potensi produksi lima kali lebih tinggi dari potensi tanaman semaian.
2. Pada seleksi periode ke empat yang sedang berjalan (1990 s.d. sekarang), dihasilkan klon unggul harapan IRR seri – 00, IRR seri – 100 dan IRR seri 200. Beberapa klon memperlihatkan potensi untuk dikembangkan sebagai penghasil lateks-kayu. Sedangkan seleksi terhadap populasi plasma nutfah IRRDB’81 menghasilkan 10 klon penghasil kayu.
3. Sangat menguntungkan para petani apabila menggunakan varietas yang telah ditentukan untuk meningkatkan hasil yang dapat mereka peroleh.
4. Dengan memperbaiki gen-gen dan dengan menggunakan varietas unggul baik itu dengan cara stek maupun penyambungan akan mampu bersaing dengan apa yang telah dilakukan oleh beberapa Negara





DAFTAR PUSTAKA
Aidi Daslin, I.Suhendry, dan R.Azwar. (1995). Produktivitas perkebunan karet dalam hubungan dengan jenis klon dan agroklimat. Pros. Apres. Tekno. Peningkatan Prod. Lahan Perk. Karet. Hal : 179 – 192.
Anas,A., R.Raswil dan B.Handoko. 1998. Mutu lateks dan sifat karet klon anjuran dan harapan. Pros. Lok. Pemuliaan 1998 & Diskusi Nasional Prospek Karet Alam Abad 21. Hal : 138 – 151.
Anas,A., M.Manurung, R.Azwar, I. Suhendry dan S. Woelan. 2000. Karakterisasi mutu lateks dan sifat karet klon harapan. Laporan Hasil Penelitian TA. 2000. Kelti. Pemuliaan. 19 hal.
Azwar,R., S.Woelan, Aidi-Daslin dan I.Suhendry. 1998. Klon harapan seri IRR. Pros. Lok. Pemuliaan 1998 dan Diskusi Nasional Prospek Karet Alam Abad 21.Hal : 125 – 137.
Dijkman, M.J.1951. Hevea. Thirty years of research in the Far East. University ofMiami Press Coral Gables, Florida, 12 – 16 p.
Ginting,S.1988. Keragaan beberapa klon karet bertajuk tipe cemara. Buletin Perkaretan, 6(2), 48-52.
Lasminingsih, M., G.Wibawa, I.Boerhendhy dan A.Suhaimi. 1998. Evaluasi klon penghasil lateks-kayu dan integrasi tanaman kehutanan pada perkebunan.Pros. Lok. Pemuliaan 1998 & Diskusi Nasional Prospek Karet Alam Abad 21. Hal : 73 – 87.
Napitupulu,L.A. 1981. Pemuliaan karet untuk sifat sekunder. Pros. Konperensi Budidaya Karet & Kelapa Sawit. 1981. Hal : 21 – 29.
Siagian,N., I.Suhendry, Karyudi dan Zahari Husny. 1999. Kajian optimasi hasil lateks dan kayu melalui perbaikan sistem penanaman. Warta Pusat Penelitian Karet, 1999, 18(1-3) : 28 – 36.
Suhendry,I., S.Woelan and Aidi-Daslin. 2000. Rubber clones as timber-latex yielder. Proc. Indonesian Rubb. Conf. and IRRDB Symp. 2000, pp. 564 - 576.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar