TUGAS TERSTRUKTUR
PEMULIAAN
TANAMAN
METODE
PEMULIAAN TANAMAN KARET
OLEH :
RAUL DIRANTO ABET NEGO
C51109218
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman karet berasal dari
bahasa latin yang bernama Hevea braziliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet
alam dunia. Padahal jauh sebelum tanaman karet ini dibudidayakan, penduduk asli
di berbagai tempat seperti: Amerika Serikat, Asia dan Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang
juga menghasilkan getah. Getah yang mirip lateks juga dapat diperoleh dari
tanaman Castillaelastica (family moraceae). Sekarang tanaman tersebut kurang dimanfaatkan lagi
getahnya karena tanaman karet telah dikenal secara luas dan banyak
dibudidayakan. Sebagai penghasil lateks tanaman karet dapat dikatakan
satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran (Nazarudin, dkk:
1992). Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh
lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada
beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Batang
tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai
anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar
3-10cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang
terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan
ujung meruncing, tepinya rata dan gundul. Biji karet terdapat dalam setiap
ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah
ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan
bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman
karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang
tumbuh tinggi dan besar.
Sruktur botani tanaman karet
ialah tersusun sebagai berikut (APP,2008):
§ Divisi
: Spermatophyta
§ Subdivisi
: Angiospermae
§ Kelas
: Dicotyledonae
§ Ordo
: Euphorbiales
§ Famili
: Euphorbiaceae
§ Genus
: Hevea
§ Spesies
: Hevea braziliensis
B.
Syarat-syarat Tumbuh
1. Tanah
-
Tanah harus gembur
-
Kedalaman antara
1-2 meter
-
Tidak bercadas
-
PH tanah 3,5 – 7,0
-
Ketinggian tempat
anatara 0 – 400 meter, paling baik pada ketinggian 0 – 200 meter, setiap
kenaikan 200 meter matang sedap terlambat 6 bulan.
2. Iklim
-
Curah hujan minimum
1.500 mm pertahun, jumlah hari hujan 100 – 150 hari, curah hujan optimum 2.500
– 4.000 mm.
-
Hujan selain
bermanfaat bagi pertumbuhan karet, ada hubungannya dengan pemungutan hasil,
terutama jumlah hari hujan sering turun pada pagi hari
-
Unsur angin
berpengaruh terhadap ;
-
Kerusakan tanaman
akibat angin kencang,
-
Kelembaban sekitar
tanaman,
-
Produksi akan
berkurang.
II. PERSIAPAN LAHAN
A.
Pengolahan Lahan.
1.
Penebangan dan pembakaran pohon yang ada
pada lahan.
2.
Penyacaran lahan dari rumput yang ada.
3.
Pembajakan dengan traktor atau
penggarpuan/pencangkulan dilakukan 3 kali, dengan tenggang waktu 1 bula,
setelah pembajakan ke 3 lahan dibiarkan 2 minggu baru digaru.
B.
Pencegahan Erosi
1.
Pembuatan teras,
baik teras individu maupun teras bersambung di sesuaikan dengan kemiringan
lahan.
2.
Pembuatan parit dan
rorak, parit dibuat sejajar dengan lereng,saluran drainase memotong lereng dan
rorak dibuat diantara barisan.
3.
Pengajiran, untuk
menentukan letak tanaman dan meluruskan dalam barisan dengan cara sebagai
berikut :
-
Tentukan arah Timur-Barat (TB) atau
Utara-Selatan (US).
-
Ukur pada TB jarak 6 meter atau 7 meter
dan 3 meter dari arah US.
4. Penanaman penutup tanah, kegunaaanya :
melindungi tanah dari sinar matahari langsung, erosi, menekan pertumbuhan gulma, dan sebagai media
hidup cacing.
III.
PENANAMAN
1.
Pembuatan lubang
tanam dan pengajiran kedua.
2.
Jarak tanam untuk
tanah ringan 45X45X30 Cm, untuk tanah berat 60 X 60 X 40 Cm.
3.
Lubang dibiarkan
satu bulan atau lebih.
4.
Jenis penutup tanah;
Puecaria Javanica, Colopogonium moconoides dan centrosema fubercens,penanaman
dapat diatur atau ditugal setelah tanah diolah dan di bersihkan, jumlah bibit
yang ditanam 15 – 20 Kg/Ha dengan perbandingan 1 : 5 : 4 antara Pueraria
Javanoica : Colopoganium moconoides dan cetrosema fubercens
5.
Penanaman ; bibit
ditanam pada lubang tanah yang telah dsiberi tanda dan ditekan sehingga leher
akan tetap sejajar dengan permukaan tanah, tanah sekeliling bibit diinjak-injak
sampai padat sehingga bibit tidak goyang, untuk stump mata tidur mata menghadap
ke sekatan atau di sesuaikan dengan arah angin.
III.
PEMELIHARAAN
1.
Penyulaman
-
Bibit yang baru
ditanam selama tiga bulan pertama setelah tanam diamati terus menerus.
-
Tanaman yang mati
segera diganti.
-
Klon tanaman untuk penyulaman harus sama.
-
Penyulaman
dilakukan sampai unsur 2 tahun.
-
Penyulaman setelah
itu dapat berkurang atau terlambat pertumbuhannya.
2. Pemotongan Tunas Palsu
Tunas palsu dibuang selama 2 bulan
pertama dengan rotasi 1 kali 2 minggu, sedangkan tunas liar dibuang sampai
tanaman mencapai ketinggian 1,80 meter.
3.
Merangsang Percabangan
Bila tanaman
2 – 3 tahun dengan tinggi 3,5
meter belum mempunyai
cabang perlu diadakan perangsangan dengan cara :
-
Pengeringan batang
(ring out)
-
Pembungkusan pucuk
daun (leaf felding)
-
Penanggalan
(tapping)
4. Pemupukan
Pemupukan dilakukan 2 kali setahun
yaitu menjelang musim hujan dan akhir musim kemarau, sebelumnya tanaman
dibersihkan dulu dari rerumputan dibuat larikan melingkar selama – 10 Cm.
Pemupukan pertama kurang lebih 10 Cm dari pohon dan semakin besar disesuaikan
dengan lingkaran tajuk.
|
Umur
(Bulan)
|
D o s i s (gram/pohon)
|
|||
|
Urea
|
Rock Pospat
(Rp)
|
MOP
|
Kleresit
|
|
|
Pupuk dasar
2 – 3
7 – 8
12
18
24
36
48
|
-
75
75
100
100
250
275
300
|
200
150
150
175
175
400
400
400
|
-
50
50
62
62
150
200
200
|
-
50
50
50
50
100
100
100
|
Cat : Jenis Pupuk dapat diganti asalkan
kandungan unsur haranya setara.
5. Pemeliharaan Penutupan Tanah
Tabel Waktu Dosis dan Cara Pemupukan
Tanaman Penutup Tanah
|
Waktu
|
Dosis
|
Cara Pemberian
|
|
Saat tanam
Umur 3 bulan
|
20
Kg Fospat
alam
atau sesuai
dengan
berat bibit
200
– 300 fosphat
alam
setiap hektar
|
Dicampur
dan ditabur
bersama-sama
dengan
biji..
diatur
dan ditabur, di
atur
Leguinosa
|
6. Tumpangsari/Tanaman sela/intercroping
Syarat-syarat
pelaksanaan tumpangsari :
-
Topografi tanah
maksimum 11 (8%)
-
Pengusahaan tanaman
sela diantara umur tanaman karet 0 – 2 tahun.
-
Jarak tanam karet
sistem larikan 7 X 3 meter atu 6 X 4 meter.
-
Tanaman sela harus
di pupuk.
-
Setelah tanaman
sela dipanen segera diusahakan tanaman penutup tanah.
VI.
PANEN DAN PASCA PANEN
Tanda-tanda
kebun mulai disadap :
Umur rata-rata 6
tahun atau 55% dari areal 1 hektar sudah mencapai lingkjar batang 45 Cm sampai
dengan 50 Cm. Disadap berselang 1 hari atau 2 hari setengah lingkar batang,
denga sistem sadapan/rumus S2-D2 atau S2-D3
Pengolahan lateks
sebagai berikut :
-
Standar karet kebun
diturunkan dari rata-rata 32% menjadi 16% dengan jalan memberi air yang bening
atau yang bersih.
-
Kemudian dicampur
dengancuka/setiap 1 Kg karet kering 350 s/d 375 Cc larutan 1% cuka.
-
Dibiarkan sampai
beku.
-
Kemudian digiling
dalam gilingan polos dan kembang, kemudian direndam rata-rata 60 menit.
-
Disadap selama 1
minggu
-
Kemudian dihasilkan
dalam bentuk RSS I, II, III dan IV of sheet.
Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia berawal
dari populasi 33 tanaman semaian tahun 1883 asal Penang (Malaysia) yang merupakan
introduksi Wickham tahun 1876. Pada tahun 1910 areal tanaman karet semaian
berkembang dengan cepat dan segera dimulai seleksi dengan memilih pohon-pohon
yang berproduksi tinggi.Pada tahun 1917 hasil seleksi dari semaian
terpilih (selected mother-tree seedling)mulai dikembangkan di
Sumatera Timur. Produksi dengan menggunakan semaian terpilih berhasil
meningkatkan produksi sebesar 40% yaitu dari rata-rata 496 kg/ha/thn
menjadi rata-rata 704 kg/ha/thn. (Dijkman, 1951).
Setelah teknik
okulasi diperkenalkan pada tahun 1916, seleksi diarahkan untuk menghasilkan
klon-klon yang berproduksi tinggi yang berasal dari pohon induk (ortet)
terbaik. Klon Ct3, dan Ct9 merupakan klon pertama yang diseleksi dari
populasi 33 tanaman semaian asal Wickham. Selanjutnya kegiatan seleksi
mulaiberkembang melalui program persilangan buatan pada tahun 1935 setelah
berdirinya AVROS dengan dihasilkan beberapa klon unggul seperti AVROS 1734,
AVROS 1917 dan AVROS 2037. Seleksi terhadap ortet terbaik di pulau Jawa
yang dikoordinir oleh CV P juga menghasilkan klon GT 1, PR 107 dan LCB 1320.
Setelah tahun
1950 pakar karet mulai menaruh perhatian, pada perlunya meningkatkan karagaman
genetik dari bahan persilangan yang ada, untuk menghasilkan klon-klon yang
lebih baik produksinya. Selama ini pohon induk yang ada hanya berasal dari
biji yang diintroduksi oleh Wickham (1876) dengan keragaman yang sangat
terbatas. Pada tahun 1981 dilakukan ekspedisi ke Brazil yang dikoordinir
oleh IRRDB (International Rubber Research and Development Board) dan
pada saat ini tersedia lebih kurang 7000 genotipe dan telah dimanfaatkan secara
bertahap dalam program pemuliaan.
Program
pemuliaan yang dijalankan di Pusat Penelitian Karet diarahkan untuk memperoleh
klon dengan puncak produksi tertinggi > 4 ton/ha dengan pertumbuhan dan
volume kayu log yang besar, serta memiliki keunggulan karakteristik sekunder
yang mendukung, agar tren produksi selama siklus ekonomi (economic live
period)lebih baik. Pemuliaan yang diarahkan untuk memperoleh ciri
sekunder yang lebih baik dimulai tahun 1970 (Napitupulu, 1981). Klon-klon
yang dihasilkan memiliki ciri percabangan tipe cemara, sehingga lebih tahan
terhadap gangguan angin, pertumbuhan TBM lebih cepat dan memiliki permukaan
daun lebih luas untuk proses fotosintesis. Sejak tahun 1985 dilakukan
program persilangan klon tipe cemara dengan klon modern penghasil tinggi (quick
starter). Mulai tahun 1991, sumber genetik dari plasma nutfah karet
hasil ekspedisi IRRDB 1981 dimanfaatkan secara bertahap dalam program pemuliaan
dengan memperbanyak kombinasi persilangan dengan klon penghasil tinggi untuk
mendapatkan klon unggul penghasil lateks dan kayu. (Woelan, et al.,
1998). Pada saat ini telah dihasilkan beberapa klon unggul harapan baru
yang diregistrasi dengan nama klon seri IRR.
KEMAJUAN
POTENSI PRODUKSI KLON
Sebelum kayu karet memiliki nilai ekonomis,
lateks merupakan hasil utama yang dimanfaatkan dari tanaman karet
Hevea. Oleh karena itu sasaran utama program pemuliaan menghasilkan klon
dengan potensi produksi lateks yang tinggi. Seleksi klonal telah
berkembang dengan pesat sejak diperkenalkan teknik okulasi, dan telah
menghasilkan sejumlah klon karet unggul dengan potensi
produksi lima kali lebih tinggi dari potensi produksi tanaman
semaian. Klon-klon unggul Indonesiayang dihasilkan berdasarkan
kegiatan pemuliaan dapat dikelompokkan dalam empat periode (generasi)
sebagai berikut :
I. Periode 1910-1935 : Semaian
terpilih
II. Periode 1935-1960 : Tjir 1,
Tjir 16, AVROS 352, BD 5, GT 1, PR 107, LCB 1320,
III. Periode 1960-1985 : AVROS 2037,
BPM 1. BPM 24, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303
IV. Periode 1985-2010 : BPM 107, PB
260, IRR 42, IRR 104, IRR 118
Kemajuan produksi yang menonjol diperoleh setelah ditemukan klon-klon unggul pada periode II dibandingkan dengan tanaman asal semaian (seedling) pada periode I. Dari Gambar 1, dapat dilihat kemajuan produktivitas karet, sejak penggunaan bahan tanaman semaian (seedling) sampai dengan klon-klon unggul selama empat siklus periode seleksi karet. Dengan penggunaan semaian terpilih(selected seedling) dapat meningkatkan hasil sebesar 40% dari rata-rata 496 kg/ha/th tanaman asal semaian sembarang menjadi rata-rata 704 kg/ha/th tanaman asal semaian terpilih.
Setelah
berjalannya seleksi klonal peningkatan produksi tertinggi dicapai pada
seleksi periode II sebesar 55%, dari 704 kg menjadi 1090 kg dan seleksi periode
III terjadi peningkatan sebesar 50% dari 1090 kg menjadi 1630 kg. Kemajuan
produksi yang mengagumkan pada saat ini, disebabkan masih tersedia sumber dan
potensi genetik yang tinggi dari material Wickham (1876), serta ditemukan
metode teknik okulasi (1918).
Pada seleksi periode IV dikembangkan program
pemuliaan untuk memperbaiki karakteristik sekunder yaitu merakit klon dengan
tipe tajuk yang lebih ideal (tipe cemara) serta pertumbuhan yang cepat pada
masa TBM maupun TM.Sumber genetik tipe cemara berasal dari pohon induk PBIG dan
telah menghasilkan klon BPM seri – 100. (Napitupulu, 1981; Ginting,
1988). Diantaranya klon BPM 107, BPM 109, IRR 104, IRR 118 telah dianjurkan
untuk penanaman dalam skala komersial.
Program perbaikan ciri sekunder klon ini
diteruskan dengan melakukan program persilangan antara klon tipe cemara
penghasil lateks tinggi dengan genotipe terpilih plasma nutfah IRRDB
1981. Dalam seleksi periode IV, yang sedang berjalan saat ini program
pemuliaan dilaksanakan dengan persilangan yang lebih luas untuk menghasilkan
klon-klon unggul sebagai penghasil lateks maupun memiliki potensi yang tinggi
sebagai penghasil kayu. Hasil pemuliaan dari seleksi periode IV telah memperlihatkan
peluang dalam peningkatan hasil lateks, pertumbuhan yang cepat pada masa TBM
serta peningkatan volume kayu karet.
PERAKITAN KLON
UNGGUL BARU
Pemuliaan karet
yang dijalankan pada saat ini disesuaikan dengan perkembangan industri karet nasional
maupun kebutuhan pasar internasional. Tindakan pemuliaan secara prinsipil
tetap berorientasi kepada perolehan produksi lateks yang optimal selama siklus
ekonomi karet. Sesuai dengan perkembangan agribisnis karet, dimana kayu
karet menjadi produk yang bernilai ekonomi, maka sasaran produksi optimal harus
dibarengi dengan laju pertumbuhan yang tinggi. Berdasarkan kepada pola produksi
sejak awal penyadapan (panel B0-1) sampai lanjutan dan kecepatan pertumbuhan
batang, baik pada masa tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun pada masa
tanaman menghasilkan (TM), maka perakitan klon unggul baru memiliki 3 tipe
yaitu :
1. Klon penghasil lateks dengan ciri
rata-rata produksi awal tinggi (> 1500 kg/ha/th), kemudian meningkat secara
perlahan pada tahun berikutnya dan memiliki pertumbuhan batang yang kurang
jagur (pertambahan lilit batang pada masa TBM <>
2. Klon penghasil lateks-kayu dengan ciri
rata-rata produksi awal sedang (1.000 – 1.500 kg/ha/th), kemudian meningkat
secara cepat pada tahun berikutnya dan memiliki pertumbuhan batang yang sedang
(pertambahan lilit batang pada masa TBM 11 - 13 cm dan pada masa TM
4 - 5 cm).
3. Klon penghasil kayu. Yaitu klon dengan
ciri rata-rata produksi awal rendah
Klon penghasil lateks-kayu
Materi
pemuliaan untuk merakit klon lateks-kayu yaitu dengan memanfaatkan sumber
genetik plasma nutfah hasil ekspedisi IRRDB 1981. Persilangan yang
progresif antara klon penghasil lateks tinggi dengan genotipe
terpilih plasma nutfah IRRDB 1981 yang memiliki pertumbuhan tegap, serta
karakteristik lain yang menguntungkan telah dimulai tahun 1991 (Woelan, et al.,
1998). Disamping itu seleksi terhadap genotipe hasil persilangan dengan
material Wikcham menghasilkan beberapa klon IRR seri – 00 dan seri – 100 yang
memiliki pertumbuhan tegap (Lasminingsih, et al., 1998; Suhendry, et al ,
2000).
Klon harapan IRR seri – 00 yang memperlihatkan
produksi terbaik rata-rata 5 tahun sadap dengan volume kayu yang tinggi
adalah IRR 5, IRR 21, IRR 30, IRR 32, IRR 39, IRR 42 dan IRR 54 (Gambar
2). Potensi produksi berkisar antara 1258 – 1714 kg/ha dengan volume kayu
bebas cabang antara 0,65 – 1,41 m3/pokok.
Klon unggul harapan baru IRR seri – 100
merupakan klon yang diseleksi dari populasi hasil persilangan material Wickham
(1985 – 1989). Beberapa genotipe diseleksi secara bertahap mulai dari evaluasi
semaian F1 sampai uji pendahuluan dan telah menghasilkan klon IRR 100 - 120
(Azwar, et al., 1998 ; Woelan, et al., 1995). Beberapa klon memperlihatkan
pertumbuhan yang sangat jagur dan produksi lateks yang tinggi adalah IRR 103,
IRR 104, IRR 105, IRR 107, IRR 109, IRR 110, IRR 111, IRR 112, IRR 118 dan IRR
119 (Woelan, et al., 2000). Pada Gambar 3 dapat dilihat klon IRR seri –
100 yang diseleksi dengan produksi karet kering (rata-rata tiga tahun sadap
pertama), dan memiliki pertumbuhan yang jagur pada masa TBM. Klon IRR seri –
100 yang terpilih tersebut, secara umum dapat disadap pada umur kurang dari 4
tahun. Dari HP 90, telah diseleksi lima klon IRR seri – 200 yaitu IRR 205,
IRR 206, IRR 208, IRR 211 dan IRR 220 yang memperlihatkan potensi produksi
lateks tinggi pada tahap awal dan pertumbuhan yang jagur pada masa TBM
Klon penghasil
kayu
Sebanyak 10 klon penghasil kayu yang terdiri
dari IRR 70, IRR 71, IRR 72 IRR 73, IRR 74, IRR 75, IRR 76, IRR 77, IRR 78, IRR
79 telah diseleksi dari populasi plasma nutfah IRRDB 1981. Genotipe yang
terpilih memiliki pertumbuhan yang sangat jagur dengan batang utama yang lurus
dan tinggi sehingga menghasilkan volume kayu bebas cabang yang besar, tetapi
produksi lateksnya sangat rendah. Genotipe penghasil kayu ini, akan
dikembangkan sebagai tanaman pola integrasi karet – karet yaitu suatu model
penanaman bersama antara klon penghasil kayu dan klon penghasil lateks.
Produksi kayunya dapat dipanen secara bertahap mulai umur 5 tahun, 15 tahun dan
20 tahun sehingga dapat memenuhi kebutuhan mulai dari industri MDF (Medium
Density Fibre) sampai pabrik kayu prabot. Kajian kearah ini sedang
berjalan melalui penelitian pengembangan perbaikan sistem penanaman (Siagian,
et al., 1999). Rata-rata produksi kayu genotipe terpilih mencapai > 1
m³/pohon pada umur 16 tahun. Beberapa genotipe bahkan memperlihatkan produksi kayu
yang sangat tinggi, > 2 m³/pohon seperti terlihat pada Gambar 5.
Klon toleran penyakit gugur daun
Pemuliaan
untuk menghasilkan klon-klon karet yang toleran terhadap penyakit gugur daun,
khususnya penyakit gugur daun Colletotrichumgloeosporioides dan Corynespora
cassiicola terus dikembangkan. Program persilangan dengan memanfaatkan
sumber plasma nutfah toleran penyakit daun digunakan sebagai induk. Sejak tahun
1985, klon introduksi FX 24, FX 25, FX 2784, FX 4037 dipilih sebagai tetua
dalam program persilangan resiprokal (Woelan, et al., 1998). Sumber plasma
nutfah baru hasil ekspedisi IRRDB 1981 asal Brazil, mulai dimasukkan dalam
program persilangan pada tahun 1991, dengan menseleksi genotipe tahan penyakit
gugur daun sebagai tetua persilangan. Hasil persilangan yang diuji pada tahap
SET (Seedling Evaluation Trials) dan Uji Pendahuluan (UP),
telah menghasilkan beberapa klon IRR seri – 100 dan IRR seri – 200 yang lebih
resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun Colletotrichumdan Corynespora. Pengujian
resistensi klon dilakukan pada tingkat laboratorium dengan metode cakram dan
juga skrining penyakit di lapangan (Sujatno, et al., 1998). Hasil evaluasi pada
Tabel 1, memperlihatkan tingkat ketahanan beberapa klon penghasil tinggi IRR
seri – 00, IRR seri – 100 dan IRR seri – 200. Klon yang sangat baik
ketahanannya terhadap serangan penyakit gugur daun Colletotrichumdan Corynespora adalah
IRR 5, IRR 21, IRR 30, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 54, IRR 103, IRR 118, dan RR
212. Klon lainnya tergolong kedalam tingkat ketahanan yang moderat.
Tabel 1. Klasifikasi ketahanan klon
harapan seri IRR terhadap penyakit gugur daunColletotrichum dan Corynespora
|
Ketahanan terhadapCorynespora
Resistance toCorynespora
|
Ketahanan
terhadapColletotrichum
Resistance to Colletotrichum
|
||
|
Resisten
Resistant
|
Moderat
Moderate
|
||
|
Resisten
Resistant
|
IRR 5, IRR
21, IRR 30, IRR32, IRR 39, IRR 42, IRR 54, IRR 103, IRR 118, IRR 211
|
IRR 105, IRR
110,
IRR 205, IRR
208
|
|
|
Moderat
Moderate
|
IRR 111. IRR
206, IRR 220
|
IRR 104, IRR
107,IRR 109, IRR 112, IRR 119
|
|
Tabel 2. Beberapa klon harapan seri –
IRR yang sesuai diolah untuk menghasilkan beberapa jenis produk karet ekspor
|
Klon
Clones
|
Jenis produk
Product types
|
|||
|
SIR-3CV Medium
|
SIR-3L
|
Lateks pekat
Centrifuge Latex |
RSS
|
|
|
IRR seri
– 100
IRR 100 – series
|
IRR 105, IRR 107, IRR 112, IRR 118, IRR 119
|
IRR 104, IRR 105, IRR 107, IRR 112, IRR 118,
IRR 119
|
IRR 104, IRR 110, IRR 119
|
IRR 104, IRR 105, IRR 107, IRR 110, IRR 112,
IRR 118, IRR 119
|
|
IRR seri –
200
IRR 200 –
series
|
IRR 205, IRR
206, IRR 208, IRR 220
|
IRR 205, IRR
211, IRR 220
|
IRR 205, IRR
206, IRR 208, IRR 211, IRR 220
|
|
Klon dengan
spesifikasi mutu lateks dan sifat karet
Berkembangnya
pemanfaatan bahan baku dan bahan olah karet alam Hevea untuk
keperluan berbagai jenis produk industri karet, menuntut para pemulia karet
untuk menghasilkan klon-klon unggul yang memiliki karakteristik mutu lateks
maupun sifat karet yang sesuai dengan permintaan pasar. Menurut Anas, et
al., (2000), bahwa sering terjadi masalah disebabkan lateks yang dihasilkan
suatu jenis klon tidak dapat diproses menjadi jenis karet ekspor tertentu
karena tidak dapat memenuhi persyaratan mutu. Berdasarkan pengalaman
tersebut, maka sangat diperlukan untuk menguji mutu lateks dan sifat karet dari
klon-klon unggul harapan.
Dari
sejumlah klon harapan seri IRR yang memiliki potensi
hasil tinggi, terdapat beberapa klon yang mutu lateksnya sesuai untuk
menghasilkan jenis produk tertentu yang diminta oleh konsumen. Khusus
untuk memproduksi karet ekspor jenis SIR yang menggunakan
bahan baku lateks kebun, terutama yang banyak diminati konsumen
adalah SIR-3CV Medium dan SIR-3L. Pada Tabel 2 tertera klon harapan seri
IRR yang produksi lateksnya sesuai diproses untuk produk SIR-3CV, SIR-3L, Lateks
Pekat dan RSS.
Metode pemuliaan yang
digunakan
·
Biji apomiksis, merupakan pembiakan vegetattif yang ditandai dengan terjadinya
proses reproduksi seksual yang tidak normal. Tanaman yang dihasilkan dari
priristiwa apomiksis disebut apomicts. Tanaman yang tumbuh hanya dari embrio
apomicts disebut obligate apomict, sedangkan tanaman yang tumbuh dari biji
dengan embrio apomicts dan embrio seksual normal sekaligus isebut facultative
apomicts. Peristiwa apomiksis dapat terjadi karena adanya peristiwa partenogenesis
dan apogami. Patenogenesis merupakan peristiwa dimana embrio tumbuh dari sel
telur yang tidak buahi. Bila sel telur tersebut tidak mengalami pembelahan
miosis, maka embrio yang tumbuh bersifat diploid. Tetapi bila embrio tumbuh
dari sel telur yang telah mengalami miosis, maka embrio yang tumbuh bersifat
haploid. Pristiwa ini banyak dijumpai pada tanaman bawang merah dan apel. Makrosporogenesis
merupakan peristiwa pembelahan reduksi dari sel induk megaspora, yang disamping
menghasilkan sel telur juga menghasilkan sel antipoda dan sel sinergid. Bila
embrio tumbuh berasal dari sel sinergid atau antipoda maka disebut apogami.
·
Menempel (okulasi), mata tunas batang atas yang ditempelkan pada batang bawah
tanpa kayu (kulit dengan mata saja). Okulasi banyak dilakukan pada tanaman
buah-buahan
·
Menyambung (grafting), yaitu mata tunas dari batang atas yang
disambungkan pada batang bawah masih mengandung kulit dan kayu. Grating
banyak diterapkan pada: kopi, kakao, sawo, melinjo, duku, kembang kertas, dan lain-lain.
KESIMPULAN
1. Kemajuan pemuliaan karet selama tiga
periode seleksi (1910 – 1990) telah menghasilkan klon-klon primer dan sekunder, dan ternyata
mampu meningkatkan potensi produksi lima kali lebih tinggi dari
potensi tanaman semaian.
2. Pada seleksi periode ke empat yang
sedang berjalan (1990 s.d. sekarang), dihasilkan klon unggul harapan IRR seri –
00, IRR seri – 100 dan IRR seri 200. Beberapa klon memperlihatkan potensi untuk
dikembangkan sebagai penghasil lateks-kayu. Sedangkan seleksi terhadap populasi
plasma nutfah IRRDB’81 menghasilkan 10 klon penghasil kayu.
3. Sangat menguntungkan
para petani apabila menggunakan varietas yang telah ditentukan untuk
meningkatkan hasil yang dapat mereka peroleh.
4. Dengan memperbaiki
gen-gen dan dengan menggunakan varietas unggul baik itu dengan cara stek maupun
penyambungan akan mampu bersaing dengan apa yang telah dilakukan oleh beberapa
Negara
DAFTAR PUSTAKA
Aidi Daslin,
I.Suhendry, dan R.Azwar. (1995). Produktivitas perkebunan karet
dalam hubungan dengan jenis klon dan agroklimat. Pros. Apres. Tekno.
Peningkatan Prod. Lahan Perk. Karet. Hal : 179 – 192.
Anas,A.,
R.Raswil dan B.Handoko. 1998. Mutu lateks dan sifat karet klon anjuran dan
harapan. Pros. Lok. Pemuliaan 1998 & Diskusi Nasional Prospek Karet Alam
Abad 21. Hal : 138 – 151.
Anas,A.,
M.Manurung, R.Azwar, I. Suhendry dan S. Woelan. 2000. Karakterisasi mutu
lateks dan sifat karet klon harapan. Laporan Hasil Penelitian TA.
2000. Kelti. Pemuliaan. 19 hal.
Azwar,R., S.Woelan, Aidi-Daslin dan I.Suhendry.
1998. Klon harapan seri IRR. Pros. Lok. Pemuliaan 1998 dan Diskusi
Nasional Prospek Karet Alam Abad 21.Hal : 125 – 137.
Dijkman, M.J.1951. Hevea. Thirty
years of research in the Far East. University
ofMiami Press Coral Gables, Florida, 12 – 16 p.
Ginting,S.1988. Keragaan beberapa klon karet
bertajuk tipe cemara. Buletin Perkaretan, 6(2), 48-52.
Lasminingsih, M., G.Wibawa, I.Boerhendhy dan
A.Suhaimi. 1998. Evaluasi klon penghasil lateks-kayu dan integrasi tanaman
kehutanan pada perkebunan.Pros. Lok. Pemuliaan 1998 & Diskusi Nasional
Prospek Karet Alam Abad 21. Hal : 73 – 87.
Napitupulu,L.A. 1981. Pemuliaan karet
untuk sifat sekunder. Pros. Konperensi Budidaya Karet & Kelapa Sawit. 1981.
Hal : 21 – 29.
Siagian,N., I.Suhendry, Karyudi dan Zahari
Husny. 1999. Kajian optimasi hasil lateks dan kayu melalui perbaikan
sistem penanaman. Warta Pusat Penelitian Karet, 1999, 18(1-3) : 28 –
36.
Suhendry,I., S.Woelan and Aidi-Daslin. 2000.
Rubber clones as timber-latex yielder. Proc. Indonesian Rubb. Conf. and
IRRDB Symp. 2000, pp. 564 - 576.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar