UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG DI LAHAN SAWAH
I. B. Aribawa1), I.K. Kariada1) dan Moh. Nazam2)
1)Peneliti Balai Penelitian Teknologi
Pertanian Bali
2)Peneliti Balai Penelitian Teknologi
Pertanian NTB
ABSTRAK
Penelitian uji adaptasi
beberapa varietas jagung telah dilaksanakan di lahan sawah subak Penarukan,
Desa Mambang, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, Bali pada MK 2006.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan adaptasi dari
beberapa varietas jagung yang terpilih di lahan sawah. Kemampuan adaptasi yang
diukur disini adalah kemampuan untuk tumbuh dan berproduksi. Penelitian
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 8 (delapan) perlakuan dan tiga
kali ulangan. Varietas jagung yang
diuji diantaranya : jagung komposit (Bisma, Bromo, Maros, Surya, Srikandi
Kuning, Srikandi Putih), jagung lokal (Seraya), dan jagung hybrida (Bisi-2). Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan terhadap
variabel : tinggi tanaman pada saat panen, diameter batang, jumlah daun, tinggi
letak tongkol tanaman, jumlah tongkol, berat basah tongkol, berat basah
berangkasan tanaman, diameter tongkol, panjang tongkol, bobot 100 biji dan
hasil pipilan kering jagung per hektar. Hasil analisis statistik menunjukkan, perlakuan varietas menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap semua parameter yang diamati, kecuali terhadap
jumlah tongkol per tanaman dan bobot 100 biji. Hasil jagung tertinggi terlihat
pada varietas jagung Srikandi Putih yaitu 7,09 ton pipilan kering per hektar.
Kata kunci : adaptasi, varietas jagung, lahan sawah.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Jagung (Zea mays L.) di
Indonesia merupakan tanaman serbaguna dan merupakan tanaman terpenting ke dua
sebagai sumber karbohidrat setelah padi. Jagung dapat dimanfaatkan untuk pangan
pakan maupun industri. Di masa mendatang jagung memberikan prospek yang sangat
cerah, dilihat dari pertimbangan agribisnis, karena jagung terkait dengan
kegiatan industri (pangan, pakan dan lainnya) dan adanya peluang ekspor produk
jagung yang besar.
Jagung dapat ditanam sepanjang tahun di
Indonesia, lahan yang sesuai untuk tanaman jagung tersedia sangat luas, seperti
lahan kering, sawah tadah hujan, lahan gambut, lahan pasang surut dan lahan
lebak. Sebagai bahan makanan, jagung mengandung nilai gizi yang tak kalah
pentingnya bila dibandingkan dengan beras (Anon, 1985). Selanjutnya komposisi dari biji jagung,
mengandung : air (13,5%); protein (10,0%); minyak dan lemak (4,0%); karbohidrat
(70,7%); abu dan zat-zat lainnya (0,4%) Martin, 1975 dalam Suprapto,
1992).
Bertambahnya jumlah penduduk dan
berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku jagung, menyebabkan
kebutuhan akan jagung terus meningkat. Di lain pihak, Indonesia masih mengimpor
jagung dengan rata-rata 0,96 juta ton dari tahun 1997 sampai 2001 dan diperkirakan
naik sampai 2,20 ton pada tahun 2010 (Kasryno, 2002). Kenyatan ini menunjukkan
bahwa produktivitas jagung di Indonesia masih rendah sehingga belum mampu
menyediakan kebutuhan dalam negeri. Rendahnya produktivitas jagung tersebut
diantaranya disebabkan oleh petani pada umumnya masih menggunakan varietas
lokal yang berpotensi hasil rendah (Effendi, 1985).
Menurut Subandi dan Ibrahim (1990) dan
Subandi dan Zubachtirodin (2005) keberhasilan peningkatan produksi jagung
sangat bergantung pada kemampuan penyediaan dan penerapan inovasi teknologi
meliputi varietas unggul dan penyediaan benih bermutu, serta teknologi budidaya
yang tepat. Varietas unggul merupakan
salah satu factor penting dalam usaha meningkatkan produktivitas tanaman
jagung. Menurut Suprapto (1992) varietas unggul umumnya mempunyai produktivitas
yang lebih tinggi bila dibandingkan varietas lokal. Beberapa penelitian tentang
jagung varietas unggul telah banyak dilaporkan. Di Malang, misalnya penanaman
varietas local dengan populasi awal yang tinggi menghasilkan rata-rata 2,0 t ha-1,
sedangkan dengan menanam varietas unggul diperoleh hasil 4,0 – 5,0 t ha-1
(Suprapto, 1992).
Di Bali umumnya jagung diusahakan lebih
banyak di lahan kering pada musim hujan dengan produktivitas yang relatif rendah
yaitu berkisar 2,0 – 2,5 ton per hektar. Selain di lahan kering, tanaman jagung
juga berpeluang ditanam di lahan sawah di musim kemarau pada saat bera, dengan
memanfaatkan sisa air tanah yang ada, setelah petani panen padi. Di subak
Penarukan Desa Mambang dengan luas lahan sawah sekitar 70 hektar pada saat bera
sekitar bulan Juli sampai September, lahannya dibiarkan kosong. Dengan
intoduksi beberapa varietas jagung diharapkan petani tertarik untuk
memanfaatkan lahannya yang kosong, sehingga pendapatan petani dapat meningkat.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat adaptasi beberapa varietas tanaman
jagung di lahan sawah.
BAB II
METODE DAN BAHAN
Rancangan Percobaan
Dalam percobaan ini digunakan
rancangan acak kelompok (RAK) dengan 8 (delapan) perlakuan yang diulang tiga
kali. Sebagai perlakuan adalah 8
(delapan) varietas jagung yang di uji adaptasinya, diantaranya : jagung komposit (Bisma, Bromo, Maros, Surya,
Srikandi Kuning, Srikandi Putih), jagung lokal (Seraya), dan jagung hybrida
(Bisi-2).
Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di lahan
sawah, subak Penarukan, Desa Mambang, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten
Tabanan, pada MK 2006.
Pemilihan wilayah kegiatan ini
berdasarkan arahan dan kerjasama dengan instansi terkait seperti Diperta dan
BPP. Sedangkan pemilihan petani kooperator juga berdasarkan masukan dari
instansi terkait dan arahan dari ketua Kelompok Tani setempat, sehingga
diperoleh petani yang respon terhadap teknologi baru.
Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan dalam
percobaan ini adalah benih jagung dengan varietas yang berbeda yang didapatkan
dari Balitsa Maros, pupuk urea, SP-36, KCl, Furadan 2 G, Miothrin 25 EC dan
bahan lainnya. Sedangkan alat yang digunakan adalah alat untuk bercocock tanam,
meteran, timbangan, tali plastik, bambu dan alat-alat yang lainnya.
Pelaksanaan
Penelitian
Setelah pengolahan tanah
dilakukan, maka petak berukuran 3,0 m x 4,0 m dibuat pada petak alami milik
petani, masing-masing ulangan ditempatkan pada petak alami petani yang berbeda.
Benih jagung ditanam secara tugal pada kedalaman ± 2,5 cm dengan
jarak tanam 80 cm x 30 cm dan setiap lubang diisi dua benih. Pada saat
penanaman ditaburi furadan 3 G dengan dosis 15 kg ha-1. Sebagai pupuk dasar
diberikan pupuk urea 250 kg ha-1, 150 kg ha-1 SP-36 dan
50 kg ha-1 KCl. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur
14 hari dengan hanya memberikan pupuk urea dengan dosis 25 kg ha-1.
Pemupukan ke dua dilakukan pada saat tanaman berumur 30 hst dengan memberikan
pupuk urea dengan dosis 125 kg ha-1, diberikan dengan cara mencampur
ke tiga pupuk dasar tersebut. Pemupukan ke tiga dilakukan pada saat tanaman
berumur 50 hst dengan memberikan sisa pupuk urea.
Penyiangan dilakukan pada saat
tanaman berumur 21 dan 35 hst, bersamaan dengan itu dilakukan pembubunan pada
pangkal tanaman sehingga pertumbuhan tanaman kokoh. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan
konsep PHT, sedangkan pengendalian gulma menggunakan cara mekanis, menyesuaikan
dengan keadaan tanaman. Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan terhadap
variabel : tinggi tanaman pada saat panen, diameter batang, jumlah daun, tinggi
letak tongkol tanaman, jumlah tongkol, berat basah tongkol, berat basah
berangkasan tanaman, diameter tongkol tanpa klobot, panjang tongkol, bobot 100
biji dan hasil pipilan kering jagung per hektar.
B.
Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisis
secara sidik ragam. Uji rata-rata pengaruh perlakuan dalam hal ini galur
harapan dilakukan dengan uji BNT pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL
Hasil
analisis statistik terhadap pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil
jagung disajikan pada Tabel 1 dan 2. hasil analisis menunjukkan perlakuan
varietas menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) sampai sangat nyata
(P<0,01) terhadap hamper semua parameter tanaman yang diamati, kecuali,
diameter batang, jumlah tongkol dan bobot 100 biji.
Hasil analisis statistik terhadap tinggi tanaman
jagung menjelang panen, menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman tertingi dihasilkan oleh
varietas Srikandi Putih yaitu 274,67 cm dan tidak berbeda nyata bila
dibandingkan dengan varietas Surya, Bromo, Srikandi Kuning dan Bisi-2,
sedangkan dengan varietas lain berbeda nyata (Tabel 1).
Tabel 1. Keragaan pertumbuhan
tanaman jagung di subak Penarukan, Desa Mambang pada MK. 2006.
|
Perlakuan
|
Tinggi
tanaman (cm)
|
Diamater
batang (cm)
|
Jumlah
daun (helai)
|
Tinggi
letak tongkol (cm)
|
Jumlah
tongkol (buah)
|
Berat
berangkasan tanaman-1 (g)
|
|
Seraya
Surya
Maros
Bromo
Bisma
Srikandi K.
Srikandi P.
Bisi-2
|
218,67a
254,37bc
223,22ab
252,72bc
222,22ab
259,33bc
274,67c
251,78bc
|
1,83a
2,01a
1,78a
1,46a
1,77a
1,76a
1,84a
1,78a
|
10,78c
13,67a
10,22c
11,89b
12,33b
12,89ab
13,56a
12,78ab
|
68,55c
96,5ab
92,78abc
106,55ab
81,61bc
106,44ab
114,95a
95,88ab
|
1,33a
1,10a
1,00a
1,00a
1,00a
1,00a
1,00a
1,00a
|
210,00d
397,78ab
357,78abc
250,00cd
267,78bcd
383,33abc
417,78a
296,67a-d
|
|
KK (%)
|
7,00
|
11,95
|
4,56
|
14,73
|
11,73
|
22,39
|
Keterangan
: Angka-angka pada kolom yang sama yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%.
Hasil analisis statistik terhadap diameter batang, menunjukkan perlakuan
varietas jagung berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap diameter batang.
Diameter batang terbesar terlihat pada varietas Surya, yaitu 2,01 cm dan
diameter jagung terkecil terlihat pada varietas jagung 1,46 cm (Tabel 1).
Hasil analisis statistik terhadap jumlah daun menunjukkan perlakuan
varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah daun tanaman. Jumlah
daun terbanyak terlihat pada varietas Surya, yaitu 13,67 helai, tapi tidak
berbeda nyata bila dibandingkan dengan varietas jagung yang lain, kecuali
varietas Seraya dan Bisma. Jumlah daun terkecil terlihat pada varietas Seraya
yaitu 10,78 helai (Tabel 1).
Hasil analisis statistik terhadap tinggi letak tongkol tanaman
menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tinggi
letak tongkol. Letak tongkol tertinggi terlihat pada varietas Srikandi Putih,
yaitu 114,95 cm. Tinggi letak tongkol varietas ini, tidak berbeda nyata dengan
varietas lain, kecuali dengan varietas Seraya. Tinggi letak tongkol terrendah
terlihat pada varietas Seraya yaitu 68,56 cm (Tabel 1).
Hasil analisis statistik terhadap jumlah tongkol per tanaman disajikan
pada Tabel 1. Perlakuan yang dicoba tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap jumlah tongkol per tanaman. Rata-rata jumlah tongkol per tanaman berkisar
antara 1,00-2,00 tongkol pertanaman.
Hasil analisis statistik terhadap berat berangkasan tanaman, menunjukkan
perlakuan varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berangkasan tanaman
jagung. Berangkasan tanaman jagung tertinggi terlihat pada varietas Srikandi
Putih yaitu 417,78 gram, tapi tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan
varietas lain, kecuali varietas Bromo, Seraya dan Bisma. Berat berangkasan
tanaman terrendah terlihat pada varietas Seraya, yaitu 210,00 gram (Tabel 1).
Hasil
analisis statistik terhadap komponen hasil dan hasil tanaman jagung disajikan
pada Tabel 2. Hasil analisis statistik
terhadap diamater tongkol disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis menunjukkan
perlakuan varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap diameter tongkol.
Diamater tongkol terbesar terlihat pada varietas Surya yaitu 5,12 cm, tapi
tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan varietas Srikandi Kuning, Srikandi
Putih dan Bisi-2.
Analisis
statistik terhadap panjang tongkol menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap panjang tongkol. Panjang tongkol terpanjang terlihat
pada varietas Srikandi Kuning yaitu 21,05 cm, tapi varietas ini tidak berbeda
nyata bila dibandingkan dengan varietas Surya, Srikandi Putih dan Bisi-2,
dengan varietas yang lainnya berbeda nyata.
Hasil
analisis statistik terhadap bobot tongkol menunjukkan bahwa perlakuan varietas
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot tongkol. Bobot tongkol terberat
terlihat pada varietas Srikandi Kuning yaitu 332,22 gram, tapi tidak berbeda
nyata dengan varietas Surya, Srikandi Putih dan Bisi-2, dengan varietas lainnya
berbeda nyata.
Hasil
analisis statistik terhadap jumlah biji per tongkol menunjukkan perlakuan
varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah biji per tongkol. Jumlah
biji per tongkol terbanyak terlihat pada varietas Srikandi Kuning yaitu 549,11
butir per tongkol, tapi tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan varietas
Surya, Srikandi Putih dan Bisi-2, dengan varietas lainnya menunjukkan perbedaan
yang nyata. Sedangkan terhadap bobot 100 biji jagung menunjukkan varietas
jagung berpengaruh tidak nyata (P>0,05). Bobot 100 biji jagung tertinggi
telihat pada varietas Srikandi Putih yaitu 43,29 gram (Tabel 2).
Tabel 2. Keragaan komponen hasil dan hasil
beberapa varietas tanaman jagung di subak Penarukan, Desa Mambang, Kecamatan
Selemadeg Timur, Tabanan MK. 2006
|
Varietas
|
Diameter tongkol (cm)
|
Panjang tongkol (cm)
|
Bobot tongkol (g)
|
Jml biji tongkol-1
|
Berat 100 biji (g)
|
Hasil jagung pipilan kering ha-1
|
|
Seraya
Surya
Maros
Bromo
Bisma
Srikandi K.
Srikandi P.
Bisi-2
|
3,81a
5,12c
4,62b
4,15a
4,62b
5,07bc
4,76bc
4,95bc
|
14,28a
20,49d
17,68bc
16,15ab
16,93b
21,05d
19,55cd
19,27cd
|
130,56a
326,63d
234,45bc
187,77ab
229,99bc
332,22d
300,00d
289,99cd
|
275,11a
525,73cd
425,33bc
350,00ab
311,99ab
549,11d
479,33cd
475,77cd
|
36,56a
41,62a
43,01a
37,78a
40,53a
41,61a
43,29a
39,76a
|
2,61a
6,38cde
5,59bcd
5,17bc
4,69b
6,79de
7,09e
6,64de
|
|
KK (%)
|
5,4
|
6,0
|
13,4
|
15,1
|
9,98
|
12,4
|
Keterangan : angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang
sama tidak berbeda nyata pada taraf DMRT 5 %.
Hasil
analisis statistik terhadap hasil pipilan jagung menunjukkan perlakuan varietas
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hasil pipilan jagung per hektar. Hasil
jagung tertinggi terlihat pada varietas Srikandi Putih yaitu 7,09 ton per
hektar, tapi tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan varietas Surya,
Srikandi Kuning dan Bisi-2, dan dengan varietas lain berbeda nyata.
Hasil
analisis statistik menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh nyata sampai
sangat nyata tehadap sebagian besar parameter tanaman ang diamati (Tabel 1 dan
2). Dari sebagian besar parameter yang diamati, ternyata varietas unggul hampir
seluruhnya memberikan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas
lokal Seraya. Varietas lokal Seraya ini merupakan varietas lokal yang tumbuhnya
dominan di lahan kering di Kecamatan Seraya, Karangasem dan digunakan sebagai
bahan makanan pokok penduduk di sana.
Pertumbuhan
tanaman, komponen hasil dan hasil jagung yang lebih baik pada varietas unggul,
disebabkan oleh faktor genotip (genetik) dari varietas yang diuji, dimana dari
tujuh varietas unggul yang diuji, enam
varietas unggul komposit (bersari bebas) dan satu varietas unggul hybrida
(varietas Bisi-2). Ke tujuh varietas unggul tersebut mampu memanfaatkan kondisi
lingkungan (tanah dan iklim) lebih baik bila dibandingkan varietas lokal
Seraya. Varietas unggul yang diuji mempunyai sifat-sifat morfologi dan anatomi
yang lebih baik dibandingkan varietas lokal Seraya, seperti tinggi tanaman,
jumlah daun jumlah biji, besar biji dan yang lainnya. Hal ini didukung oleh
Thompson dan Kelly (1957) yang mengemukakan perbedaan genotype dari varietas unggul
diperlihatkan melalui tinggi tanaman, luas daun, jumlah biji per baris, berat
biji dan hasil akhir yang lebih baik bila dibandingkan varietas lokal.
Perbedaan
genotype yang lebih baik dari varietas unggul terlihat pada tampilan fenotype
dari varietas unggul yang jauh berbeda bila dibandingkan varietas lokal Seraya,
seperti tinggi tanaman, jumlah daun yang lebih tinggi bila dibandingkan
varietas lokal Seraya. Dengan kondisi tersebut, proses fisiologis
(fotosintesis) tanaman akan lebih meningkat, demikian juga dengan lebih
tingginya tanaman, intensitas cahaya matahari yang diserap daun tanaman menjadi
lebih baik. Semakin baiknya proses fisiologis (fotosintesis) tanaman,
menyebabkan meningkatknya bahan kering yang dihasilkan tanaman dan secara
langsung berhubungan dengan bahan kering ang dapat ditranslokasikan ke biji. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya
berat berangkasan tanaman dan berat pipilan kering per hektar pada varietas
unggul.
Di antara ke tujuh varietas unggul yang di uji, varietas Srikandi Putih
menghasilkan berat pipilan kering tertinggi yaitu 7,09 ton per hektar. Hasil
jagung yang diperoleh ini, masih lebih rendah dari potensi hasil jagung
Srikandi Putih yang tertera dalam deskripsi yang mencapai 8,09 ton per hektar
(Arsana et al., 2005).
B.
PEMBAHASAN
Setelah
melihat hasil yang di perolah ada beberapa varietas jagung yang cocok pada
daerah sawah, hal itu terbukti bahwa adaptasi jagung tersebut mampu beradaptasi
dengan lingkungan yang dicoba sedemikian rupa, dengan cara pemberian pupuk dasar
akan mampu memberi kontribusi dalam proses penyerapan unsur hara serta adanya
penyediaan unsur hara untuk pertumbuhan vegetatif jagung tersebut. Karena jagung merupakan tanaman yang cocok
dilahan kering namun dengan memberikan air pada sawah untuk melihat kemampuan
untuk beradaptasi. Tanaman jagung dapat
berkembang dengan baik jika keadaan tanah dan varietas yang cocok sesuai dengan
rekomendasi yang telah ditentukan.
Pemberian pupuk secara berkala sesuai dengan kebutuhannya dapat
meningkatkan hasil yang ingin diperoleh, apalagi dengan melihat akan kebutuhan
dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka jumlah kebutuhan juga akan
meningkat dengan pesat, apalagi dengan adanya teknologi baru yang dapat
mengubah sifat-sifat genetik untuk di perbaiki sehingga dengan diperbaiki
genetiknya jagung menjadi lebih tahan hama sehingga hasil produksinya akan
lebih meningkat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan luar negeri sebagai
konsumen, itu artinya sangat menguntungkan untuk dibudidayakan untuk menambah penghasilan
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan
yang dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya :
1.
Perlakuan varietas jagung yang diuji
menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap sebagian besar parameter
tanaman yang diamati, kecuali diameter batang, jumlah tongkol dan bobot 100
biji.
2.
Varietas unggul (komposit dan hybrida)
menunjukkan pertumbuhan, komponen hasil dan hasil yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan varietas lokal Seraya di lahan sawah.
3.
Varietas jagung Srikandi Putih
memberikan hasil pipilan kering tertinggi yaitu 7,09 ton per hektar.
DAFTAR PUSTAKA
Arsana, IGK D. 2005. Laporan Tengah Tahun Pengkajian Pengembangan Sistem
Usahatani Jagung QPM Berbasis Peternakan. BPTP Bali, Puslitbang Sosek
Pertanian, Balitbangtan. 31 hlm.
Anon. 1985. Jagung. Dirjen Pertanian Tanaman Pangan. Direktorat Bina
Produksi. Jakarta.
Efendi. 1982. Bercocok Tanam Jagung. Penerbit CV. Yasaguna.
Jakarta.
Gomez, A.K. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk
Penelitian Pertanian. UI Press. Jakarta. 698 hlm.
Suprapto, H.S. 1992. Bertanam Jagung. Cetakan IX. Penerbit Penebar Swadaya.
Jakarta.
Kasryno, F. 2002. Perkembangan produksi dan konsumsi jagung dunia selama
empat dekade yang lalu dan implikasinya bagi Indonesia. Makalah disampaikan
pada Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Balitbangtan. Jakarta.
Subandi , Ibrahim, M. 1990. Penelitian dan Teknologi Peningkatan Produksi
Jagung di Indonesia. Balitbangtan. Deptan. Jakarta.
Subandi dan Subachtirodin. 2005. Teknologi Budidaya jagung Berdaya Saing
Global. Makalah Disampaikan pada Pertemuan Pengembangan Koordinasi Agribisnis
jagung. 1-2 Agustus 2005 di Bogor.
Thompsom, H.C. and Kelly,
W.C. 1957. Vegetables Crop. New York : McGraw Hill.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar